Senin, 01 April 2013

SUBYEK DAN OBYEK HUKUM


I.            SUBYEK HUKUM

Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.

1.    Manusia (naturlife persoon)

Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.

2.    Badan Hukum (recht persoon)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan

3.     manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.



II.        Obyek Hukum

Obyek hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subyek hukum. Atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek suatu perhubungan hukum. Obyek hukum dapat pula disebut sebagai benda. Merujuk pada KUHPerdata, benda adalah tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Benda itu sendiri dibagi menjadi :

1.    Berwujud / konkrit
a.    Benda bergerak :
         Bergerak sendiri, contoh : hewan
         Digerakkan, contoh : kendaraan
b.    Benda tak bergerak contoh : tanah, pohon – pohon dsb

2.    Tidak berwujud
         Contoh : gas, angisn dll

III.       Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian)
Perjanjian utang piutangn dalam KUHP tidak diatur secara terperinci, namun tersirat dalam pasal 1754 KUHP tentang perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.

III. 1 Unsur-unsur dari jaminan, yaitu :
1.    Merupakan jaminan tambahan
2.    Diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur
3.    Untuk Mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
III.2 Kegunaan dari jaminan yaitu, :
1.    Memberi hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji.
2.    Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya dengan merugikan diri sendiri dapat dicegah.
3.    Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya misalnya dalam pembayarn angsuran pokok kredit tiap bulannya.
III.3 Syarat – syarat benda jaminan :
1.    Mempermudah diperolehnya kredit bagi pihak yang memerlukannya
2.    Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan usahanya.
III.4 Manfaat benda jaminan bagi kreditur :
1.    Terwujudnya keamanan yang terdapat dalam transaksi dagang yang ditutup
2.    Memberikan kepastian hukum bagi kreditur
Sedangkan manfaat benda bagi jaminan debitur, adalah : untuk memperoleh fasilitas kredit dan tidak khawatir dealam mengembangkan usahanya.
III.5 Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu :
1.    Jaminan yang bersifat umum
2.    Jaminan yang bersifat khusus
3.    Jaminan yang bersifat kebendaan dan perorangan
III.6 Penggolongan jaminan berdasarkan objek/bendanya, yaitu :
1.    Jaminan dalam bentuk benda bergerak
2.    Jaminan dalam bentuk benda tidak bergerak
III.7 Penggolongan jaminan berdasarkan terjadinya, yaitu :
1.    Jaminan yang lahir karena undang-undang
2.    Jaminan yang lahir karena perjanjian

 REFERENSI :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar